Peringatan Hari Tanpa Rokok Sedunia ini, diharapkan menjadi kesempatan bagi kita semua untuk berpikir lagi sejenak dan menyadari kembali akan bahaya dan dampak rokok, baik untuk diri kita sendiri, maupun untuk anggota keluarga dan masyarakat banyak. Jika kita lihat kondisi di negara kita, jumlah orang yang merokok semakin bertambah. Salah satunya disebabkan karena semakin rendahnya usia anak muda yang mulai merokok.
Tuesday, May 31, 2011
World No Tobacco Day
Setiap tanggal 31 Mei ditetapkan sebagai World No Tobacco Day . Berbagai kegiatan dan kampanye tentang bahaya rokok dilaksanakan di seluruh dunia dalam rangka memperingati hari tersebut
LAPORAN PRAKTIKUM ENTOMOLOGI KOLEKSI TELUR dan LARVA NYAMUK Aedes sp SERTA MONITORING POPULASI NYAMUK
LAPORAN PRAKTIKUM ENTOMOLOGI
KOLEKSI TELUR dan LARVA NYAMUK Aedes sp SERTA MONITORING POPULASI NYAMUK
I TUJUAN
1. Mahasiswa mampu melakukan koleksi telur nyamuk Aedes sp dengan menggunakan perangkap telur/ovitrap
2. Mahasiswa dapat mengitung Indeks Perangkap Telur
II DASAR TEORI
Nyamuk (Diptera: Culicidae) merupakan vektor beberapa penyakit baik pada hewan mau pun manusia. Banyak penyakit pada hewan dan manusia dalam penularannya mutlak memerlukan peran nyamuk sebagai vektor dari agen penyakitnya, seperti filariasis dan malaria. Sebagian pesies nyamuk dari genus Anopheles dan Culex yang bersifat zoofilik berperan dalam penularan penyakit pada binatang dan manusia, tetapi ada juga spesies nyamuk antropofilik yang hanya menularkan penyakit pada manusia. Salah satu penyakit yang mempunyai vektor nyamuk adalah Demam Berdarah Dengue (Sudarmaja,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Penyakit demam yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti selain demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah demam dengue (Dengue Fever) yang dikenal sebagai Cikungunyah (Break Bone Fever) di Indonesia (Supartha,2008). Aedes aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit ini, karena hidupnya di dalam dan di sekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus di kebun, sehingga lebih jarang kontak dengan manusia (Yudhastuti,2005).
Morfologi
Aedes Dewasa
Nyamuk memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family Culicidae. Nyamuk jantan berukuran lebih kecil daripada nyamuk betina (Lestari,2010). Tubuh nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut (Sayono,2008).
Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Ae aegypti
Telur
Telur yang baru dikeluarkan berwarna putih tetapi sesudah 1 – 2 jam berubah menjadi hitam. Telur Aedes berbentuk bulat panjang (oval) menyerupai torpedo, mempunyai dinding yang bergaris-garis yang menyerupai sarang lebah. Telur tidak berpelampung dan diletakkan satu persatu terpisah di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya . Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan dalam suhu 2-24°C, namun akan menetas dalam waktu 1-2 hari pada kelembaban rendah. Telur diletakkan di air akan menetas dalam waktu 7 hari pada suhu 16°C dan akan membutuhkan yang direndam akan menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan. Setelah 2-4 hari telur menetas menjadi larva yang hidup di dalam air (Depkes RI,2004).
Larva atau Jentik
Larva Aedes memiliki sifon yang pendek dan hanya ada sepasang sisir subventral yang jaraknya tidak lebih dari ¼ bagian dari pangkal sifon dengan satu kumpulan rambut. Pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Larva nyamuk semuanya hidup di air yang tahapannya terdiri atas empat instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari – 2 minggu tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air persediaan makanan (Supartha,2008). Larva menjadi pupa membutuhkan waktu 6–8 hari (Depkes RI,2004).
Pupa atau Kepompong
Pupa adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap membutuhkan oksigen untuk bernafas. Untuk keperluan pernafasannya pupa berada di dekat permukaan air. Lama fase pupa tergantung dengan suhu air dan spesies nyamuk yang lamanya dapat berkisar antara satu hari sampai beberapa minggu. Setelah melelewati waktu itu maka pupa membuka dan melepaskan kulitnya kemudian imago keluar ke permukaan air yang dalam waktu singkat siap terbang. Pupa sangat sensitife terhadap pergerakan air dan belum dapat dibedakan antara jantan dan betina (Supartha,2008). Bentuk pada stadium pupa ini seperti bentuk terompet panjang dan ramping (Depkes RI, 2004).
Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) karena mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Tahapan yanag dialami oleh nyamuk yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Telur nyamuk akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada suhu 20-40°C. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh suhu, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat perindukan. Nyamuk Aedes aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama yang terletak di tempat-tempat terlindungsinar matahari langsung.Tempat perindukan nyamuk Aedes yaitu tempat di mana nyamuk Aedes meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah (indoor) maupun di luar rumah(outdoor). Tempat perindukan yang ada di dalam rumah yang paling utama adalah tempat-tempat penampungan air: bak mandi, bak air WC, tandon air minum,tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember, drum, vas tanaman hias,perangkap semut, dan lain-lain. Kepadatan Populasi
Di Indonesia terdapat dua musim yakni hujan dan kemarau .Pada musim hujan tempat perkembangbiakan Aedes yang pada musim kemarau tidak berisi air.Telur telur yang belum menetas dalam tempo yang singkat akan menetas Oleh karena itu pada musim hujan populasi Aedes menjadi sangat tinggi. (Sungkar, S., 1994)
III ALAT DAN BAHAN
1. Kaleng bekas atau gelas yang dicat hitam (Cara; gelas/kaleng dicat hitam dibagian luarnya lalu direndam sampai hilang bau catnya )
2. Kertas Saring
IV CARA KERJA
1. Mengisi kaleng/gelas dengan air sumur
2. Melilitkan kertas saring didalam gelas sehingga separo dari kertas terendam air
3. Menempatkan gelas pada tempat yang banyak nyamuk
4. Membiarkan selama 1 minggu
5. Mencek gelas untuk melihat ada tidaknya telur yang terperangkap
6. Menghitung Indeks Perangkap Telur dengan rumus sebagai berikut :
IPT = Jumlah Aedes Terperangkap x 100 %
Jumlah Perangkap yang dipasang
V HASIL PENGAMATAN
No | Rumah | Jumlah Kontainer | Keberadaan Larva Positif Negatif | Keterangan |
1 | Bapak Andi | 2 | - 2 | Rumah (-) larva |
2 | Bapak Ikhsan | 3 | 2 1 | Rumah (+)larva |
3 | Bapak Ngabavi | 2 | 1 1 | Rumah (+)larva |
4 | Bapak Maisadi | 2 | - 2 | Rumah (+)larva |
5 | Ibu Yuli | 2 | - 2 | Rumah (-) larva |
6 | Ibu Sri | 3 | 2 1 | Rumah (+)larva |
7 | Bapak ikbal | 4 | 2 2 | Rumah (+)larva |
8 | Bapak Ichal | 3 | 1 2 | Rumah (+)larva |
10 | Ibu Habib | 3 | 0 3 | Rumah (-) larva |
11 | Ibu Handayani | 3 | 2 1 | Rumah (+)larva |
12 | Ibu Sulastri | 3 | 1 2 | Rumah (+)larva |
13 | Ibu Yasinem | 3 | 2 1 | Rumah (+)larva |
14 | Ibu Joko | 2 | - 2 | Rumah (-) larva |
15 | Bapak Sunardi | 2 | 1 1 | Rumah (+)larva |
16 | Ibu Anti | 7 | 1 6 | Rumah (+)larva |
17 | Ibu Sinta | 3 | 1 2 | Rumah (+)larva |
18 | Bapak Tulus | 4 | 1 3 | Rumah (+)larva |
19 | Bapak Suherman | 3 | 1 2 | Rumah (+)larva |
20 | Bapak Sudarto | 3 | 1 2 | Rumah (+)larva |
21 | Ibu Yulia | 2 | - 2 | Rumah (-) larva |
22 | Bapak Marjiono | 4 | - 4 | Rumah (-) larva |
23 | Bapak Suwanto | 2 | - 2 | Rumah (-) larva |
24 | Bapak Suwardi | 2 | 1 2 | Rumah (+)larva |
25 | Bapak Sugita | 3 | - 3 | Rumah (-) larva |
26 | Ibu Hari | 6 | 2 4 | Rumah (+)larva |
27 | Bapak Didi | 4 | 2 2 | Rumah (+)larva |
28 | Ibu Sri | 2 | - 2 | Rumah (-) larva |
29 | Ibu Endang | 4 | 0 4 | Rumah (-) larva |
S | | 88 | 25 63 | (-) = 11 (+) =18 |
VllPEMBAHASAN
Perhitungan :
1. CI = Jumlah container positif nyamuk X 100% 25 x100% =28,41%
Jumlah container yang diperiksa 88
2. HI = Jumlah rumah positif larva x 100 % 18 x 100 % = 62,07 %
Jumlah rumah yang diperiksa 29
3. BI = Jumlah container positif larva x 100 % 25 x 100 % = 86,21%
Jumlah rumah yang diperiksa 29
4. ABJ = Jumlah rumah yang bebas dari jentik x 100 % 11 x 100 % = 37,93 %
Jumlah rumah yang diperiksa 29
VI PEMBAHASAN
Pada pengamatan ini, telah diperiksa sebanyak 29 rumah dari berbagai daerah di jogja.Berdasarkan penggamatan yang dilakukan terdapat 18 rumah yang positif terdapat larva dan 11 negatif.Untuk menghitung larva nyamuk di pakai cara mrnghitung angka jentik/larva.
Angka jentik ditunjukan dengan Container Index (CI), House Index (HI) dan Breteau Index (BI).
1. Angka kontainer atau Container index (CI) merupakan persentase TPA/kontainer yang positif didapati adanya jentik Aedes.
2. Angka rumah atau House index (HI) merupakan persentase rumah yang positif didapati adanya jentik
3. Angka breteau atau Breteau index (BI) merupakan jumlah TPA/kontainer yang positif didapati adanya jentik atau pupa dalam 100 rumah
Angka jentik yang merupakan hasil studi ini dirinci dalam Tabel. Dari data yang ada pada Tabel dapat diketahui bahwa nilai rata-rata CI adalah 28,41 % ; HI 62,07% dan BI 86,21 % Sedangkan angka bebas jentik hanya 37,93 % .Berarti di lokasi pengamatan ini dapat dikatagorikan mempunyai risiko penularan penyakit DBD yang tergolong tinggi (angka bebas jentik, ABJ < 95). Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah. Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur.
Selain itu penggunaan Ovitrap merupakan salah satu metode pengendalian vector.Modifikasi yang dilakukan akan meningkatkan tingkat produktivitas ovitrap dengan disi zat penarik penciuman yang dapat mempengaruhhi perilaku nyamuk dalam memilih tempat bertelur.Ovitrap merupakan perangkap telur yang terbuat dari kaleng/gelas yang di cat hitam yang selanjutnya telur yang ditankap akan dikoleksi.
Pernah dilaporkan oleh Chan et al (1971) bahwa di daerah perkotaan habitat nyamuk Ae. aegypti dan Ae.albopictus sangat bervariasi , tetapi 90 % adalah wadah-wadah buatan manusia. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa jentik Ae.aegypti paling banyak menempati TPA yang terbuat dari logam (45,2%) sedang yang paling sedikitlogam (45,2%) sedang yang paling sedikit. Banyak sedikitnya ditemukan Ae. aegpti ini kemungkinan ada hubungannya dengan makanan larva yang tersedia, karena kesediaan makanan rupanya berkaitan dengan bahan dasar TPA. Data tempat perindukan Ae.aegypti diperoleh dengan cara survei jentik secara single larva dan secara visual. Tempat perindukan yang berupa TPA rumah tangga yang berisi air diperiksa positif tidaknya mengandung jentik/pupa dengan mengguna alat bantu berupa lampu senter (Flas light), sekaligus dicatat tentang jenish.
Faktor lingkungan yang menyebabkan banyaknya jentik jentik nyamuk ialah karena kondisi geografis seperti tingkat ketinggian dari permukaan laut,peralihan musim yang panjang akan membuat jentik jentik nyamuk mudah berkembang biak.
VII KESIMPULAN
Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes yang dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu: pemberantasan nyamuk dewasa dan jentik. Pemberantasan nyamuk dewasa meliputi : fogging, repelen dan teknik serangga mandul. Sedangkan pemberantasan jentik meliputi fisik, kimia dan biologi. Selain itu ada pengendalian legislatif.
Angka jentik ditunjukan dengan Container Index (CI), House Index (HI) dan Breteau Index (BI).
Angka jentik ditunjukan dengan Container Index (CI), House Index (HI) dan Breteau Index (BI).
Ovitrap merupakan salah satu metode pengendalian vector.
VIII DAFTAR PUSTAKA
Sayono. 2008. Pengaruh Modifikasi Ovitrap terhadap Junlah Nyamuk Aedes yang Tertangkap. Tesis: UNDIP Semarang. http://eprints.undip.ac.id/18741/1/sayono.pdf. Diakses tanggal 18 April 2011.
Sudarmaja,I dan Mardihusodo,S. 2009. Pemilihan Tempat Bertelur Nyamuk Aedes aegypti pada Air Limbah Rumah Tangga di Laboratorium. Jurnal Veteriner Desember 2009 Vol. 10 No. 4 : 205-207 ISSN : 1411 – 8327.
Sudarmaja,I dan Mardihusodo,S. 2009. Pemilihan Tempat Bertelur Nyamuk Aedes aegypti pada Air Limbah Rumah Tangga di Laboratorium. Jurnal Veteriner Desember 2009 Vol. 10 No. 4 : 205-207 ISSN : 1411 – 8327.
Yudhastuti,R dan Vidiyani, A. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-08.pdf. diakses tanggal 18 April 2011.
Sungkar, S., 1994 Pengaruh Jenis Tempat Penampungan Air Terhadap kepadatan dan Perkembangan Larva Aedes aegypti . majl. Kedok. Ind. 44(4):217-223
Subscribe to:
Posts (Atom)